Senin, 22 Juni 2015

Waspada Virus West Nile

Virus West Nile adalah jenis virus yang dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk. Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus dalam family Flaviviridae. Flavivirus ini ditemukan di daerah beriklim sedang dan tropis di dunia. Virus ini pertama kali diidentifikasi di Sungai Nil bagian barat di Uganda, Afrika Timur, pada tahun 1937. Sebelum pertengahan 1990-an, penyakit yang disebabkan oleh virus ini hanya terjadi secara sporadis dan dianggap hanya beresiko kecil bagi manusia, sampai ketika terjadi wabah di Aljazair pada tahun 1994 dan juga wabah besar di Rumania pada tahun 1996 dengan kasus virus West Nile yang menyebabkan ensefalitis (peradangan akut pada otak). Virus West Nile sekarang telah menyebar secara global, dengan kasus pertama di belahan bumi bagian barat yang diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, penyebaran virus ini terjadi di seluruh benua Amerika Serikat, utara ke Kanada, dan selatan ke Kepulauan Karibia, dan Amerika Latin. Virus ini juga telah menyebar ke Eropa, di daerah luar Mediterania, dan juga ada strain baru dari virus tersebut yang diidentifikasi di Italia pada tahun 2012. Virus West Nile kini dianggap sebagai penyebab penyakit endemik di Afrika, Asia, Australia, Timur Tengah, Eropa, dan terutama di Amerika Serikat yang pada tahun 2012 telah mengalami salah satu wabah terburuk. Pada tahun 2012, virus West Nile menewaskan 286 orang di Amerika Serikat, dengan negara bagian Texas mejadi kawasan paling parah terinfeksi oleh virus ini.
Sampai saat ini belum ada laporan atau data tentang kasus virus West Nile di Indonesia, hal ini mungkin dikarenakan sulitnya mendiagnosis penyakit ini di Indonesia. Namun kini, di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga Surabaya berhasil mengidentifikasi virus West Nile. Beberapa pasien yang dicurigai terinfeksi oleh virus ini kemudian diidentifikasi. Dari 59 sampel darah, ternyata ada 19 sampel yang menunjukkan keberadaan virus ini. Kemudian temuan ini dikonfirmasi dengan Gene Bank yang terstandarisasi oleh WHO(World Health Organization) dan ternyata sequencing-nya sesuai. Dengan demikian, saat ini Indonesia telah mampu melakukan inovasi diagnosis virus West Nile yang semula underdiagnosis, kini menjadi terdiagnosis tanpa perlu ke luar negeri untuk melakukan pemeriksaan terhadap infeksi virus tersebut.
Pada manusia, masa inkubasi virus West Nile berlangsung antara 1-6 hari. Umumnya penyakit ini berlangsung ringan dengan tanda-tanda demam, menggigil, nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri otot secara menyeluruh, dan sulit tidur. Di samping itu, dapat pula ditemukan gejala gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan nyeri lambung. Kemudian suhu badan penderita dapat mencapai 40°C atau lebih. Pada umumnya, sebagian besar penderita akan pulih sepenuhnya. Akan tetapi pada beberapa kasus, terutama pada orang-orang yang telah berusia lanjut, justru akan berkembang menjadi ensefalitis ataupun meningitis (infeksi pada lapisan otak dan urat saraf tulang belakang) yang sangat beresiko menyebabkan kematian. Maka dari itu, diagnosis yang akurat akan membantu penderita untuk tidak mengalami tahap yang lebih parah dari infeksi virus West Nile. Upaya penegakan diagnosis ini sangat penting bagi pasien, keluarga, dokter, praktisi, klinisi, akademisi, dan bagi para pemegang kebijakan. Hal tersebut menjadi tantangan baru untuk para pihak tersebut mengambil peran pada penyakit itu sesuai disiplin ilmu dan kebijakan masing-masing.
Virus West Nile ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang telah terinfeksi. Pada hakikatnya, semua jenis nyamuk dapat menjadi perantara, terutama nyamuk jenis Culex. Selain nyamuk, burung juga berfungsi sebagai tempat pengidapannya, dan burung inilah yang akan menjadi instrumen utama dalam penyebaran virus ini. Siklus hidup virus ini berpindah dari burung ke burung dengan perantaraan nyamuk-nyamuk ini, dan virus berkembang biak selama berputar pada siklus ini. Sementara itu, virus ini juga menginfeksi manusia dan binatang lainnya seperti kuda atau sapi dan menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang diinfeksinya. Namun virus ini tidak menyebar dari orang ke orang atau dari burung yang terinfeksi kepada manusia tanpa gigitan nyamuk.
Indonesia merupakan negara tropis dengan lingkungan yang masih harus berbenah, pendidikan yang belum ideal, serta belum terbiasanya perilaku hidup sehat bagi sebagian masyarakat menjadi peluang nyamuk Culex berkembang di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia berpotensi mengalami tahap Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit tersebut. Selain faktor lingkungan, penyebaran virus ini juga terkait dengan hobi memelihara burung. Minuman burung dapat menjadi tempat berkembangnya nyamuk Culex yang jika menghisap darah dari burung dapat memindahkan virus West Nile ke manusia melalui gigitannya.
Untuk mencegah penyebaran nyamuk Culex dan mengurangi resiko terinfeksi virus West Nile, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Diantaranya adalah dengan mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang ketika beraktivitas di luar ruangan, menggunakan obat penolak serangga pada kulit, yang paling efektif adalah yang mengandung 20-30% DEET (N, N-dietil-meta-toluamide). DEET dalam konsentrasi yang lebih tinggi lagi (>30%) sangat tidak dianjurkan karena akan menimbulkan efek samping. Selain itu, setiap kali menggunakan obat pembasmi nyamuk/insektisida selalu baca aturan pemakaiannya. Melakukan langkah-langkah preventif baik di dalam rumah maupun di luar rumah seperti menutup dan menguras tempat penampungan air, serta mengubur barang-bara bekas juga dapat mencegah penyebaran nyamuk Culex. Kemudian jika menemukan burung mati jangan menangani bangkai tersebut tanpa sarung tangan. Langkah-langkah tersebut akan sangat membantu mengurangi penyebaran virus West Nile di Indonesia. (*)
 
Ditulis : Prof. Dr. Nasronudin, dr, SpPD, KPTI, FINASIM (Ketua Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga Surabaya)
(*) Tulisan ini juga dimuat dalam harian Kompas edisi Selasa, 29 Oktober 2013, halaman 14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar